Presipitasi plasma protein untuk uji farmakokinetik

Percobaan ini dilakukan untuk mengedapkan protein pada sampel. Hal ini dilakukan ketika akan melakukan uji farmakokinetik berikutnya. Perlakuan ini harus dilakukan karena adanya protein dalam sampel akan mengganggu uji farmakokinetik yang dilakukan. Perlakuan ini juga dilakukan untuk mengisolasi atau memisahkan obat yang akan diteliti dari matriks sampel. Pengendapan protein dilakukan dengan denaturasi protein. Denaturasi dapat dilakukan akibat adanya perubahan pH, temperature, dan penambahan senyawa kimia. Cara denaturasi protein yang umum digunakan adalah dengan penambahan precipitating agen t. Dalam praktikum ini precipitating agent yang digunakan adalah TCA 10 %, larutan jenuh (NH4)2SO4, ZnSO4 – NaOH, Acetonitril, dan Metanol.

Protein dapat diendapkan karena memiliki berbagai sifat diantaranya bersifat sebagai amfoter yakni memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1 molekul, atau yang dikenal juga sebagai zwitter ion.

 

Sifat ini membuat potein memiliki muatan yang berbeda pada pH yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat larut pada rentang pH tertentu dimana protein bermuatan. Suatu saat di pH tertentu protein akan mencapai titik isoelektrik, yakni pH dimana jumlah total muatan protein sama dengan nol (muatan positif sebanding dengan muatan negatif), hal ini akan mempengaruhi kelarutan protein. Pada titik isoelektrik, kelarutan protein sangat rendah, sehingga potein dapat mengendap.

Selain itu, protein juga dapat membentuk ikatan dengan logam dimana beberapa asam amino dapat terikat pada satu logam sehingga molekulnya menjadi besar, beratnya juga menjadi besar sehingga potein mengendap. Selain itu terdapat juga beberapa sifa lain yang berhubungan dengan presipitasi protein ini yang dijelaskan pada mekanisme pengendapan oleh masing-masing reagen.

Mekanisme TCA 10 % sebagai agen presipitasi yakni ion negatif dari TCA akan bergabung dengan protein yang sedang berada pada kondisi sebagai kation (pH larutan dalam kondisi asam hingga pH isoelektrik protein) hingga membentuk garam protein. Beberapa garam yang dihasilkan tersebut tidak larut dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk memisahkan protein dari larutan. Umumnya agen presipitasi akan melarut sedangkan garam protein akan terdekomposisi dengan adanya penambahan basa (membentuk protein yang bermuatan negatif atau anionic protein). TCA umumnya digunakan untuk protein-protein yang telah berada dalam keadaan bebas pada filtrat darah dan pada pemeriksaan awal materi biologis. Bila protein belum berada dalam kondisi yang bebas maka perlu penambahan asam tanin, dimana tanin akan bereaksi dengan protein kulit membentuk protein tanat yang tidak larut.

Larutan (NH4)2SO4 merupakan garam dengan konsentrasi tinggi. Mekanisme (NH4)2SO4 sebagai anti presipitasi protein dikenal sebagai salting out, yakni penurunan kelarutan protein dengan adanya peningkatan konsentrasi garam. Hal ini terjadi karena interaksi antara air dengan gugus polar dari protein menurun. Peristiwa ini juga dapat dijelaskan melalui rumus :

log S = β – Ksω

dimana :

S : kelarutan protein dalam larutan garam
ω : kekuatan ionic larutan garam
β : kelarutan protein dalam air
Ks : konstanta salting out

Kelarutan protein akan berkurang bila terdapat garam-garam anorganik dalam konsentrasi tinggi mengakibatkan pengendapan protein tersebut. Sifat ini terjadi karena kemampuan ion garam untuk terhidrasi dan terjadi kompetisi antara garam dengan molekul protein untuk mengikat air.

Mekanisme ZnSO4 – NaOH sebagai agen presipitasi adalah NaOH akan memberikan suasana basa pada larutan dan mengakibatkan protein berada dalam keadaan ion negatif atau anion. Anion protein ini akan berikatan dengan ion positif yang berasal dari logam berat yakni Zn2+ membentuk logam protein yang tidak larut. Logam berat juga akan merusak struktur sekunder dan tersier dari protein. Ikatan dari ion logam bermuatan positif akan menurunkan kelarutan protein. Ion logam akan berkompetisi dengan proton-proton pada larutan untuk berikatan dengan asam amino. Semakin kuat ikatan ion-ion logam untuk menggantikan ikatan oleh proton-proton akan menurunkan pH larutan. Kombinasi dari perubahan pI, penurunan pH (baik akibat ion logam maupun NaOH) akan menyebabkan protein mengendap.

Metanol dan Asetonitril merupakan pelarut organik yang dapat mengendapkan protein. Pengendapan ini berkaitan dengan pI protein, dimana semakin jauh dari titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin meningkat dan semakin dekat dengan titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin menurun. Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun asetonitril pada larutan protein dalam air akan menurunkan Kd (Konstanta Dielektrik) pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini juga akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun dan memungkinkan terjadinya pengendapan. Pada hasil percobaan diperoleh bahwa keefektifan pelarut organik asetonitril lebih besar dibandingkan dengan metanol.

Dari hasil praktikum diperoleh bahwa semua agen presipitasi dapat mengendapkan protein pada sampel plasma. Dari gambar dapat dilihat bahwa yang paling efektif adalah TCA 10% dan larutan jenuh (NH4)2SO4. Sedangkan yang kurang efektif adalah ZnSO4 – NaOH, dan pelarut organik. Dari literatur didapat bahwa sehatusnya ZnSO4 – NaOH juga efektif dalam mengendapkan protein, perbedaan dengan hasil percobaan kemungkinan karena pengaruh pH yang masih terdapar oleh dapar dalam plasma.

Keuntungan metoda presipitasi plasma protein menggunakan agen presipitsi adalah mudah dilakukan dan cepat namun kerugiannya yakni tidak dapat mengendapkan protein secara sempurna.

7 responses to “Presipitasi plasma protein untuk uji farmakokinetik

Tinggalkan komentar