Teknik Negosiasi dalam Bisnis

good_negotiator

Lama ga nulis di blog, akhir-akhir di aktivitas bisnis ICDC sering kali melakukan negosiasi. Negosiasi lahan untuk budidaya buah naga, negosiasi shareownership untuk rumah produksi olahan sayur, negosiasi proyek BUMN dsb. Pernah baca biografi Donald trump? Raja property ini bisa seterkenal sekarang salah satunya karena kemampuan negosiasinya.

Mungkin tidak banyak orang tahu, bahwa negosiasi pun ada ilmunya, ada tekniknya. Ini satu mata kuliah yang cukup berkesan buat saya saat kuliah di Farmasi ITB, kuliah teknik negosiasi, ternyata saat ini kepake. Aneh ya farmasi belajar ginian? Mungkin nggak juga karena Farmasi ITB memang mempunyai target sekian persen lulusannya jadi entrepreneur, jadi ada beberapa mata kuliah yang diambil dari teknik industri, sekolah bisnis dan manajemen (SBM) maupun dari praktisi bisnis untuk menjadi fondasi ilmu entrepreneur, salah satunya adalah kuliah teknik negosiasi ini.

Ada beberapa hal yang saya ingat dari yang disampaikan dosen SBM itu.

1. Dalam negosiasi hendaknya kita mempunyai “batna”. Ini istilah yang dipakai dalam negosiasi sebagai batasan. Misalnya kita ingin jual tanah kita dengan harga ideal 500 juta. Pertama jangan sampai kita tawarkan 500 juta pas, harus dilebihkan agar saat terjadi negosiasi akhirnya tercapai angka yang kita inginkan, ini hal yang umum. Kedua adalah batas bawah, mungkin harga ideal yang kita inginkan adalah 500 juta dan kita tawarkan lebih dari itu, misal 700 juta. Tapi mungkin saja saat negosiasi, si penawar bisa mengajukan penawaran hingga di bawah harga ideal yang kita inginkan, misal hanya 400 juta. Nah disini kita perlu perhitungkan dulu sebelumnya, berapa sih sebenarnya angka terendah yang masih bisa kita terima. Jangan sampai, jika tawaran kurang dari harga ideal, yaitu 500 juta, kita langsung keluar dari negosiasi, padahal sebenarnya dengan harga 400 juta pun kita sudah untung besar dan sangat sulit untuk mencari orang yang mau beli diatas 400 juta.

2. Jebakan-jebakan dalam negosiasi

Ada beberapa jebakan dalam negosiasi, bukan hanya jebakan yang sengaja dibuat, namun jebakan yang kita sendiri dan mungkin lawan negosiasi kita tidak menyadari. Pertama Jebakan “Win but Lost”, Misal kita beli baju yang kelihatanya bagus, sama penjual ditawarkan 200 ribu, trus kita tawar jadi 150 ribu dan dia langsung mau. Mungkin kita merasa senang karena bisa mendapat baju bagus dengan turun harga hingga 25%, namun ternyata si penjual lebih senang, karena baju yang ia beli dengan harga 50 ribu, bisa kejual 150 ribu. Ini sebagai contoh saja, disini kita merasa menang dalam negosiasi, padahal kita kalah. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satunya karena kita tidak tahu standar. Kalau kita tahu bahan, kualitas jahitan, merk dan sebagainya tentu kita bisa perkirakan harga baju yang sebenarnya harusnya berapa. Jebakan berikutnya adalah “Lost-Lost”. Ini adalah kondisi dimana kedua belah pihak yang bernegosiasi tidak mendapatkan apa-apa dari opportunity yang ada disebabkan terlalu cepat keluar dari negosiasi. Contoh mudahnya adalah saat kita menawar ojek di Jakarta misalnya. Disitu hanya ada satu ojek yang mangkal, ga ada kendaraan lain, kita menawar dengan harga 10 ribu, namun karena dia tahu hanya dia satu-satunya ojek, dia minta 20 ribu, sudah kita tawar sampai 13 ribu, dia masih gak mau, tetep 20 ribu maunya. Akhirnya karena dia tidak mau 13 ribu, negosiasi batal, kita memilih jalan kaki, panas, jauh dan capek, Si tukang ojek pun nganggur. Jadinya sama-sama rugi, padahal bisa saja jika kita masih mau melanjutkan negosiasi, misal kita kasih 13 ribu dan sebotol air mineral yang kita bawa, bisa saja dia mau.

3. Jangan pikirkan untuk bagi-bagi kue, tapi pikirkan bagaimana memperbesar kue dahulu

Kadang kita selalu berfikir bagaimana keuntungan bisa dibagi-bagi. Misal kita berpartner sama orang dalam jualan HP. Ada 10 HP terjual dan margin totalnya misal 7 juta, kebanyakan dari kita langsung berfikir, berapa besar kontribusi kamu, berapa besar kontribusi saya, itu yang akan jadi dasar bagi-bagi keuntungan, misal kamu 3 juta dan saya 4 juta, selesai. Padahal ternyata saat itu 2 bulan menjelang idhul adha, jika uang 7 juta dibelikan sapi anakan, trus dua bulan lagi dijual, bisa mencapai untung hingga 14 juta misalnya. Sedangkan jika sejak awal dibagi, tidak akan cukup untuk beli sapi. Ini mungkin satu contoh bagaimana memperbesar kue dahulu sebelum membagi kue

4. Negosiasi buntu, cari interest dibaliknya

Pernah baca tentang konflik Mesir dan Israel dalam memperebutkan semenanjung Sinai? Ini perang yang sangat lama yang menghabiskan banyak sumber daya, negosiasi selalu buntu karena kedua belah pihak sama-sama ingin menguasai Sinai. Pada akhirnya ada ahli negosiasi yang mempertemukan kedua negara, dia mencari interest dibalik itu, mengapa Mesir dan Israel menginginkan Sinai. Setelah diteliti ternyata Mesir memang sejak dulu memiliki Sinai, Mesir tanpa Sinai mungkin seperti Indonesia tanpa papua, ada yang kurang dari kedaulatan mereka, sehingga Mesir mutlak menginginkan Sinai kembali ke Mesir. Sebaliknya, ternyata Israel masih mempertahankan Sinai, karena Sinai adalah “jembatan” antara Mesir dengan pusat Israel, Jika Sinai dikuasai mesir, mereka khawatir mesir akan dengan mudah menyerang Israel. Akhirnya dari interest keduanya, dibuatlah perjanjian camp david, isinya diantaranya, Sinai kembali ke Mesir dan Mesir tidak boleh menyerang Israel sampai kapan pun. Keduanya sama-sama puas dengan hasil negosiasi. Konflik serupa saat peletakan batu Hajar Aswad di ka’bah, masing-masing kabilah berebut siapa yang berhak meletakkan batu itu hingga terjadi konflik. Pada Akhirnya Rasulullah SAW diminta menengahi dan beliau mencari interest mereka, ternyata kabilah ini merasa terhormat bila bisa meletakkan Hajar Aswad. Maka solusinya, biarkanlah semua kabilah berkontribusi, yaitu dengan membawa Hajar Aswad dengan kain dan setiap perwakilan kabilah memegang sisi-sisi kain, jadilah mereka semua puas.

Hal ini bisa juga kita terapkan dalam bisnis. Contohnya barang elektronik, interest pembeli terhadap elektronik itu tidak hanya pada fungsinya, banyak yg lain, salah satunya adalah garansi. Sebagai contoh, mungkin orang tidak akan mau beli kulkas “X” seharga 2 juta di toko kita karena di tempat lain harganya 1,8 juta, tapi saat kita tawarkan garansi 1 tahun lebih lama, mungkin banyak orang yang mau beli di toko kita. Padahal si kulkas juga belum tentu rusak selama masa garansi. Itu beberapa yang saya ingat, banyak yang lain tapi lupa, lebih lengkap kita bisa belajar di sekolah-sekolah bisnis. 🙂

1 responses to “Teknik Negosiasi dalam Bisnis

Tinggalkan komentar