Ceramah Ramadhan Gubernur Ahmad Heryawan: Menjadi Muslim Ideal

Ramadhan malam ke sepuluh di tahun ini saya sholat tarawih di masjid Salman ITB lagi, setelah beberapa hari lebih sering tarawih di deket rumah. Saat Al-fatihah dilantunkan di awal-awal sholat isya’ terdengar suara merdu imam yang sepertinya tidak asing. Dan ternyata benar, beliau adalah Ahmad heryawan, Gubernur Jawa barat dengan segudang prestasi ini memang dulunya ustadz (sekarang juga masih sih) makanya bacaan Qur’annya bagus.

Selepas sholat isya’ beliau juga lah yang memberikan ceramah dan ternyata sangat menyentuh dan memotivasi. Judulnya katanya “Membangun peran para cendikiawan muslim bagi masa depan bangsa”. menurut saya inti ceramah beliau adalah tentang iltizam (komitmen) menjadi seorang muslim yang ideal tidak hanya pribadi namun juga sosial, unik nya banyak disambungkan dengan lingkungan para jamaah yang merupakan civitas akademik ITB, ada dosen dan banyak juga mahasiswa ITB sehingga menurut saya terdengar menarik dan aplikatif.

Menurut beliau yang mengambil juga pendapat ibnul Qayyim, seorang muslim hendaknya tidak hanya shaleh secara individu namun juga shaleh secara sosial. Secara individu, komitmen atau iltizam untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya, beriman dan melaksanakan rukum islam tentu hal yang penting. InshaAllah surga adalah balasan bagi orang beriman.

Akan tetapi, cukupkah kita dengan hal itu? di dalam surga pun ada tingkat-tingkatan, dan tingkatan yang tertinggi adalah Firdaus, maka perlu keshalehan lebih agar bisa mencapainya. Keshalehan berikutnya adalah shaleh secara sosial. Ini titik tekannya, Islam adalah agama syumul yang mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan, oleh karena itu hendaknya kita bisa mengaplikasikan Islam kita kepada kehidupan sosial kita. Shaleh secara sosial dibagi 2:

1. Mengajak orang lain untuk juga ber-Islam secara baik, hal ini yang dinamakan dakwah, tentunya dengan cara yang baik pula.

2. Memberikan kontribusi sosial sebesar-besarnya

Poin kedua inilah yang banyak dibahas dalam ceramah beliau. Kontribusi sosial kita pun juga bermacam-macam. Kontribusi pertama adalah kontribusi pemikiran, dengan keilmuan yang kita miliki, khususnya sebagai civitas akademik yang memiliki pendidikan tinggi, kita bisa memberikan ide-ide maupun melakukan riset-riset untuk kemajuan bangsa dan masyarakat luas.

Kontribusi kedua adalah kontribusi profesionalitas, jangan sampai alumni perguruan tinggi hanya berpikir setelah kuliah saya akan kerja di perusahaan asing mana agar gaji besar dan kaya raya, namun kita juga harus berpikir, bagaimana mengolah bahan mentah menjadi bahan baku atau barang jadi yang nilainya lebih tinggi sehingga bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. GNP Indonesia yang hanya sekitar USD 3500 kalah jauh dengan bangsa-bangsa lain bukan karena Indonesia tidak kaya, namun kita mengekspor kekayaan itu untuk bangsa lain dalam bentuk mentah, bukan mengolahnya.  Contoh yang unik adalah sebuah restoran jepang di jakarta, harga satu porsi tuna adalah 600 ribu yang hanya berisi 4 slice, berarti satu suap tuna berharga 150 ribu. Padahal tuna ini diimpor dari Jepang dimana jepang mendapatkannya dari tiongkok, dan orang tiongkok mendapatkannya dari samudera hindia, yang menurut beliau sama saja dengan pantai garut selatan. Mengapa ini bisa terjadi? karena nelayan kita memang belum punya teknologi yang memadai untuk menangkap tuna dengan ukuran dan kualitas seperti itu. ini bisa menjadi satu contoh kontribusi profesional kita, misalkan dengan membuat teknologi perikanan yang memadai.

Kontribusi ketiga adalah kontribusi harta. Entrepreneur disini berperan penting, entrepreneurlah yang akan menggerakkan roda ekonomi bangsa. Rasulullah pun memberikan gambaran bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah dari perniagaan, dari bisnis. Pebisnis akan mampu membuat nilai tambah dari suatu bahan mentah atau bahan baku, ia juga yang akan menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan rakyat. ia juga yang akan memberikan modal bagi negara baik lewat pajak maupun devisa. Jawa Barat sendiri merupakan provinsi dengan bisnis manufaktur terbesar di Indonesia, namun sayangnya masih banyak juga bahan baku yang diimpor. Jadi bangsa kita ini punya bahan mentah, punya juga industri hilirnya, namun tidak banyak punya industri bahan baku, kekosongan di tengah inilah yang menurut beliau bisa kita jadikan lahan untuk berkontribusi.

Kontribusi terakhir adalah kepemimpinan. Bangsa ini perlu diarahkan dengan kebijakan-kebijakan yang tepat secara skala nasional. Maka hendaknya kita juga mempersiapkan diri agar kelak bisa berkontribusi bagi kepemimpinan bangsa ini. 20 hingga 30 tahun kedepan mahasiswa sekaranglah yang mungkin akan menjadi pemimpin. Maka persiapkanlah diri, sehingga ketika bangsa ini membutuhkan nanti, kita akan siap. Maka teruslah istiqomah untuk membuat diri ini sholeh, tidak hanya secara individu namun juga secara sosial.

Kurang lebih itu isi ceramah beliau yang saya ingat, semoga bisa jadi motivasi, khususnya bagi mahasiswa dan generasi muda.

Tinggalkan komentar